|
|
Pisang merupakan tanaman yang multimanfaat.
Seperti kelapa, nyaris seluruh bagian tanaman pisang, mulai dari akar,
batang, bunga, buah hingga daun, dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
hidup manusia. Nah, jika ingin meraih rezeki berlipat-lipat, tanamlah
pisang.
Dalam
suatu penyuluhan sekitar April lalu, Wartono, Kepala Badan Ketahanan
Pangan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (P4K)
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah mengimbau, petani hendaknya lebih
selektif dalam memilih komoditas tanaman yang hendak dijadikan tumpuan.
Sebab jika salah memilih bukan keuntungan yang didapat, tetapi kerugian
pasti dituai.
Sebagai tawaran, tuturnya,
budidaya pisang bisa menjadi pilihan yang cocok. "Karena, pisang lebih
mudah dikembangkan tak tak terlalu rewel pada kondisi tanah dan umumnya
cocok untuk lahan di kabupaten ini. Selain itu, resikonya lebih mudah
dikendalikan dibandingkan komiditas pertanian perkebunan lainnya."
Apalagi,
imbuh Wartono, tanaman pisang termasuk dalam kategori tanaman yang
jarang terserang hama, sehingga lagi-lagi resiko kegagalan bisa
diminimalkan. "Hanya saja, dalam bertanam, tetap harus menggunakan
teknologi yang tepat guna dan sasaran," ujarnya.
Lebih
terperinci lagi Wartono menjelaskan, "untuk mengembangkan satu hektare
lahan kebun pisang, maka langkah persiapan pertama yang harus dilakukan
adalah membuat lubang ukuran satu meter persegi dengan jarak lima meter
antartanaman."
Tujuannya untuk memberikan
ruang tanaman ketika beranak hingga enam batang. Dengan jarak
antartanaman lima meter, maka dalam satu hektare lahan akan mampu
menampung 400 batang pohon pisang. "Lubang tanam diberikan pupuk organik
0,7 kilogram, ditambah garam dan gamping secukupnya. Baru kemudian
ditanami," jelasnya.
"Harga bibit pisang
sekarang rata-rata Rp 5.000 per batang, sedangkan biaya tanam untuk satu
hektare mencapai Rp 3,2 juta dengan kebutuhan pupuk organik hingga 26
rit," tambah Wartono lebih lanjut.
Dia lalu
menerangkan, ketika tanaman pisang sudah tumbuh dengan baik, maka
paling sedikit akan ada enam pohon yang bisa dipanen tiap harinya dari
400 pohon (belum termasuk anakannya, red.). "Jika harga setandan pisang
kualitas bagus rata-rata Rp 40.000, maka Rp 240ribu bisa dikantongi
petani setiap harinya. Kami berani menyampaikan ini, karena memang sudah
menerapkannya," katanya.
Wartono
mengungkapkan, dalam waktu dekat ini, instansi dinas tempat dia
bertugas, akan membuat demonstration plot (demplot) paling sedikit dua
hektare untuk memberikan contoh bagi petani dalam waktu dekat. "Pisang
hampir selalu dibutuhkan. Apalagi, varian produk dari pisang sangat
banyak. Mulai dari selai, ledre, hingga kripik pisang. Saya yakin,
budidaya tanaman pisang memiliki prospek yang baik," tandasnya.
Belum Pernah Kecewa
Fakta
tentang, betapa untungnya menanam pisang seperti yang diungkapkan
Wartono, diamini petani piasng di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. "Pisang
ini biasa dijual di pasar swalayan, harganya Rp 15.000 per sisir," ucap
Widodo (49) seraya menjulurkan satu sisir pisang ambon berwarna hijau
muda yang kemudian diletakkannya di atas meja kayu di hadapannya.
Padahal,
Widodo menjual pisang tersebut hanya Rp 9.000-Rp 10.000 per sisir, yang
terdiri atas 20 buah, kepada para pengepul. Kendati demikian, ketua
kelompok tani Alam Usaha Agung ini tidak pernah merisaukannya. "Budidaya
pisang itu menguntungkan, perawatannya mudah, dan hasilnya lumayan,"
ucapnya, sambil tersenyum.
Baginya, harga jual
pisang kepada konsumen dengan harga jual dari petani masih sepadan.
Terlebih lagi, harga pisang selalu menanjak setiap tahunnya. Tak heran,
Widodo bersama sekitar 600 petani dan buruh tani di Desa Bangunsari,
Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, masih mengandalkan pisang untuk
meningkatkan taraf hidup mereka.
Sejak mulai
berbudi daya pisang pada awal tahun 2003, Widodo belum pernah
dikecewakan dengan komoditas andalan desanya ini. "Awalnya saya hanya
memiliki lahan 0,75 hektare, sekarang sudah 7 hektare. Semua itu didapat
dari hasil budi daya pisang," tutur Widodo.
Untuk
satu kali masa panen pisang raja bulu di atas lahan satu hektare
misalnya, Widodo bisa memperoleh penghasilan rata-rata Rp 105 juta per
tujuh bulan. Jika dipotong biaya produksi untuk membeli bibit, pupuk,
sewa tenaga kerja, dan pembuatan drainase dengan total pengeluaran
sekitar Rp 27 juta, ia masih bisa mengantongi Rp 78 juta per hektare.
Jumlah
itu sudah dikurangi dengan tanaman pisang yang rusak karena terserang
jamur, kata bapak empat anak ini. Pisang raja bulu tersebut dijualnya
seharga Rp 6.000-Rp 7.000 per sisir atau Rp 35.000 per tandan.
Belum
lagi jika pisang ambon yang dipanennya. Widodo memperkirakan bisa
memperoleh sekitar Rp 100 juta untuk satu kali panen di atas lahan satu
hektare.
Lebih Menguntungkan
Sebelum
beralih ke pisang, petani di Desa Bangunsari umumnya menanam jagung dan
cabai untuk bersandar hidup. Namun, tidak stabilnya harga dua komoditas
tersebut membuat sebagian petani beralih ke komoditas lain, termasuk di
antaranya pisang. "Saya sudah pernah coba menanam tebu untuk dikirim ke
Pabrik Gula Sragi, tetapi hasilnya tetap lebih menguntungkan pisang,"
kata Widodo.
Alhasil, Widodo hanya menanami
seluruh lahannya dengan pisang. Lahan 5,5 hektare untuk pisang ambon dan
1,5 hektare lagi ditanami pisang raja bulu.
Dedi
Mulyadi (35), petani pisang lainnya di Desa Bangunsari, juga memperoleh
berkah dari hasil budi daya pisang. Ia mampu memperoleh penghasilan Rp
2,5 juta per bulan dari hasil menanam pisang di lahan seluas
seperdelapan hektare dan menjadi buruh tani. Hasilnya bisa untuk
menyekolahkan anak, ucap mantan buruh pabrik yang terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK) ini.
Setelah terkena PHK,
bapak satu anak ini langsung menekuni dunia pertanian. Kemudian dalam
jangka waktu empat tahun, Dedi akhirnya berhasil memiliki lahan sendiri
seluas 1.250 meter persegi yang ditanami pisang. "Padahal, waktu awal
bertani, saya masih menyewa lahan yang saya gunakan untuk menanam,"
katanya.
Kepala Desa Bangunsari Nurqosim
mengatakan, sejak tahun 2003, budi daya pisang menjadi sandaran hidup
sekitar 600 keluarga di desanya. Dari sekitar 200 hektare luas lahan
pertanian di desanya, 148 hektare di antaranya ditanami pisang raja bulu
dan ambon, sedangkan sisanya cabai dan jagung.
Ekspor ke Jepang
Masyarakat
meyakini, budi daya pisang bisa menghasilkan keuntungan yang memadai
asal diikuti dengan pemasaran yang baik. Untuk itu, lanjut Nurqosim,
kelompok tani pisang di daerahnya telah memiliki mitra kerja dengan PT
Sunrise di Jakarta untuk memasarkan produk mereka.
Kepala
Dinas Pertanian Kendal Subaedi mengakui, pisang ambon yang dihasilkan
di Kecamatan Patebon dipasarkan ke sejumlah kota, seperti daerah
Bandungan, Kabupaten Semarang, dan daerah Tawangmangu, Kabupaten
Karanganyar. Sementara untuk pisang raja bulu dipasarkan ke Jakarta dan
sebagian diekspor ke Jepang.
Kendati demikian,
belum ada daerah lain di Kabupaten Kendal yang memanfaatkan lahannya
untuk budi daya pisang. Alhasil, dalam kurun waktu tiga tahun, luas
lahan yang ditanami pisang di Kabupaten Kendal terus menurun. Menurut
data Dinas Pertanian Kendal, luas lahan yang ditanami pisang pada tahun
2005 mencapai 5.088,1 hektare, pada tahun 2006 menjadi 3.825,3 hektare,
dan menyusut kembali menjadi 3.678,7 hektare pada tahun 2007.
Tak
ayal, penyusutan tersebut diikuti dengan jumlah produksi. Pada tahun
2005, Kabupaten Kendal bisa memproduksi 238.079 kuintal pisang, kemudian
menjadi 208.851 kuintal pada tahun 2006, dan 202.407 kuintal pada tahun
2007. "Pisang yang ada di daerah lain, kebanyakan hanya ditanam di
lahan pekarangan sebagai tanaman pelengkap, seperti pisang kepok," ucap
Subaedi
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteSangat menginspirasi banget..insyaaloh saya akan mencoba di umur yang muda ini
ReplyDeleteKami dari Petani Jepara-Kudus, Jawa Tengah, siap produksi pisang raja dan Cavendish kualitas ekspor sekitar 200-500 ton per 7 bulan.
ReplyDeleteJika ada perusahaan/ ekportir yang siap membeli pisang berkualitas dari kami, silakan kontak nomor Hp/ WA kami di: 0856-4156-5304